Sekadau-KOTA, (kalimantan-news) - Gubernur Kalbar Cornelis meresmikan kampung budaya di Desa Tapang Semadak, Sabtu (28/1/2012) sore. Cornelis berkesempatan berbelanja aneka kerajinan lokal di toko seni yang berdiri dalam kampong budaya. Ambing dan keranjang berbahan baku rotan menjadi pilihan Gubernur.
Pada tanggal 26-28 Nopember 1992, Institut Dayakologi (pada waktu itu masih bernama Institut Dayakologi Research and Development) menyelenggarakan Seminar dan Ekspo Budaya Dayak di Pontianak. Seminar diadakan di Hotel Kapuas Palace sedangkan Pameran (ekspo) Budaya Dayak diadakan di Auditorium Universitas Tanjungpura, Pontianak. Para peserta adalah wakil-wakil Dayak dari 4 propinsi di Kalimantan dan wakil Dayak dari Sabah dan Serawak, Malaysia.
Munaldus ikut sebagai peserta seminar yang diadakan di Hotel Kapuas Palace tersebut. “Saya ingat Aula Hotel Kapuas Palace yang luas tersebut penuh diisi oleh peserta. Saya sangat terkesan dengan paparan seminar yang disampaikan oleh seorang Bupati Barito Utara, Kalimantan Tengah, bernama AJ. Nihin, yang adalah putra Dayak. Dia menceritakan keprihatinan terhadap betapa miskinnya masyarakat Dayak di sana. Sebagai bupati, ia telah berusaha keras memperbaiki nasib mereka.” Kata Munaldus
Ketika mendengar penjelasan beliau tersebut, Munaldus berpikir nasib masyarakat Dayak di Kalimantan Barat, sesungguhnya tidak jauh berbeda. Khususnya, nasib keluarga-keluarga di kampung asalnya, di Tapang Sambas dan Tapang Kemayau, Kec. Sekadau Hilir, Kab. Sanggau (sekarang Kab. Sekadau).
Ketika sedang mengikuti seminar tersebut, muncul gagasan untuk mendirikan Credit Union. Munaldus pikir, credit union ini berfungsi sebagai penyandang dana untuk peningkatan ekonomi masyarakat di kampung, sebagai alat pengorganisasian untuk mempertahankan tanah dari rampasan perkebunan kelapa sawit dan sebagai sarana belajar.
Seminggu setelah seminar tersebut, Munaldus mengundang kawan-kawan dari kampung Tapang Sambas dan Tapang Kemayau yang tinggal di Pontianak untuk rapat di rumah kontrakan Masiun di Gang Selat Lombok II, Siantan, Pontianak, guna mewujudkan pendirian CU di Tapang Sambas dan Tapang Kemayau. Yang hadir rapat adalah Masiun (waktu itu guru di SMP Santo Fransiskus Asisi, Pontianak), Mikael (waktu itu pegawai di PT. Tanah Sakti), Hadrianus Lukas (waktu itu pegawai PT. Tanah Sakti), Alipius (waktu itu pegawai PT. Vitamo), Martina (†) (siswi SMA Santo Fransiskus Asisi, Pontianak), dan Mulyana (siswi SMP Santo Fransiskus Asisi, Pontianak).
Dalam rapat tersebut, membahas gagasan mendirikan CU di Kampung Tapang Sambas dan Tapang Kemayau berdasarkan pengalaman pendirian C.U. Pancur Kasih, Pontianak. Peserta rapat setuju dengan gagasan tersebut. Lalu, Munaldus mengusulkan CU ini diberi nama C.U. KELING KUMANG. Alasannya, cerita Buahmain di Rumah Punyong dengan legenda Keling dan isterinya Kumang sangat populer. Mereka semua setuju.
Agenda selanjutnya adalah menulis gagasan pendirian tersebut dan mengkomunikasikannya kepada pemuka-pemuka masyarakat di Tapang Sambas dan Tapang Kemayau, seperti kepada orang tua Munaldus sendiri (Bapak Rurut dan Ibu Theresia Ina), Kepala Desa (Samin), Kepala Dusun (Bapak Agus dan Bapak Nintin), semua guru-guru (Paulus Perang, Simon Petrus, FX. Omeng, A.H. Suyanto, Carolus Sanga Laga (†) dll), serta pemuka masyarakat yang lainnya. Pada prinsipnya, semua mereka setuju berdirinya C.U. KELING KUMANG di Kampung, walaupun beberapa dari mereka ragu akan keberhasilan C.U. Mereka semua sesungguhnya belum paham apa itu CU. Masa sosialisasi dan pengorganisasian sekitar 4 bulan.
Ketika tanggapan masyarakat baik, maka disepakati C.U. Keling Kumang berdiri pada hari Kamis tanggal 25 Maret 1993. Rapat pendirian CU. Keling Kumang diadakan di rumah keluarga Bapak Simon Petrus dan Ibu Sema dimana peserta yang hadir berjumlah sekitar 30 orang. Yang menjadi anggota pendiri berjumlah 26 orang dan mereka memiliki Nomor Buku Anggota (BA) dari 01 sampai 26.
Malam itu rapat berjalan tegang. Munaldus mempersiapkan sebuah ensangan yang diajar oleh Ibunya. Ketika beberapa orang mulai mau pulang karena sudah larut malam dan pembicaraan seputar CU semakin ngaur, Munaldus mulai melantunkan ensangan. Akhirnya, mereka tidak jadi pulang dan menyaksikan Munaldus yang melantunkan ensangan. Sayang teks ensangan itu tidak di simpan. Sudah hilang.
Munaldus dan Masiun mengeluarkan uang sendiri untuk membeli ATK, cap, satu buah kalkulator kecil seharga Rp. 11.000,- (masih ada sampai sekarang), buku DUM/DUK, Buku Kas Harian, dan Buku Jurnal Kas agar C.U. KELING KUMANG dapat segera melayani anggota.
Pada malam pendirian C.U. KELING KUMANG tersebut, para peserta menunjuk saudara Sila (Alias Persius) sebagai orang yang bertanggungjawab sebagai pelaksana harian. Ditetapkan juga, semua kegiatan pelayanan dilakukan di rumah keluarga Sila
Munaldus ikut sebagai peserta seminar yang diadakan di Hotel Kapuas Palace tersebut. “Saya ingat Aula Hotel Kapuas Palace yang luas tersebut penuh diisi oleh peserta. Saya sangat terkesan dengan paparan seminar yang disampaikan oleh seorang Bupati Barito Utara, Kalimantan Tengah, bernama AJ. Nihin, yang adalah putra Dayak. Dia menceritakan keprihatinan terhadap betapa miskinnya masyarakat Dayak di sana. Sebagai bupati, ia telah berusaha keras memperbaiki nasib mereka.” Kata Munaldus
Ketika mendengar penjelasan beliau tersebut, Munaldus berpikir nasib masyarakat Dayak di Kalimantan Barat, sesungguhnya tidak jauh berbeda. Khususnya, nasib keluarga-keluarga di kampung asalnya, di Tapang Sambas dan Tapang Kemayau, Kec. Sekadau Hilir, Kab. Sanggau (sekarang Kab. Sekadau).
Ketika sedang mengikuti seminar tersebut, muncul gagasan untuk mendirikan Credit Union. Munaldus pikir, credit union ini berfungsi sebagai penyandang dana untuk peningkatan ekonomi masyarakat di kampung, sebagai alat pengorganisasian untuk mempertahankan tanah dari rampasan perkebunan kelapa sawit dan sebagai sarana belajar.
Seminggu setelah seminar tersebut, Munaldus mengundang kawan-kawan dari kampung Tapang Sambas dan Tapang Kemayau yang tinggal di Pontianak untuk rapat di rumah kontrakan Masiun di Gang Selat Lombok II, Siantan, Pontianak, guna mewujudkan pendirian CU di Tapang Sambas dan Tapang Kemayau. Yang hadir rapat adalah Masiun (waktu itu guru di SMP Santo Fransiskus Asisi, Pontianak), Mikael (waktu itu pegawai di PT. Tanah Sakti), Hadrianus Lukas (waktu itu pegawai PT. Tanah Sakti), Alipius (waktu itu pegawai PT. Vitamo), Martina (†) (siswi SMA Santo Fransiskus Asisi, Pontianak), dan Mulyana (siswi SMP Santo Fransiskus Asisi, Pontianak).
Dalam rapat tersebut, membahas gagasan mendirikan CU di Kampung Tapang Sambas dan Tapang Kemayau berdasarkan pengalaman pendirian C.U. Pancur Kasih, Pontianak. Peserta rapat setuju dengan gagasan tersebut. Lalu, Munaldus mengusulkan CU ini diberi nama C.U. KELING KUMANG. Alasannya, cerita Buahmain di Rumah Punyong dengan legenda Keling dan isterinya Kumang sangat populer. Mereka semua setuju.
Agenda selanjutnya adalah menulis gagasan pendirian tersebut dan mengkomunikasikannya kepada pemuka-pemuka masyarakat di Tapang Sambas dan Tapang Kemayau, seperti kepada orang tua Munaldus sendiri (Bapak Rurut dan Ibu Theresia Ina), Kepala Desa (Samin), Kepala Dusun (Bapak Agus dan Bapak Nintin), semua guru-guru (Paulus Perang, Simon Petrus, FX. Omeng, A.H. Suyanto, Carolus Sanga Laga (†) dll), serta pemuka masyarakat yang lainnya. Pada prinsipnya, semua mereka setuju berdirinya C.U. KELING KUMANG di Kampung, walaupun beberapa dari mereka ragu akan keberhasilan C.U. Mereka semua sesungguhnya belum paham apa itu CU. Masa sosialisasi dan pengorganisasian sekitar 4 bulan.
Ketika tanggapan masyarakat baik, maka disepakati C.U. Keling Kumang berdiri pada hari Kamis tanggal 25 Maret 1993. Rapat pendirian CU. Keling Kumang diadakan di rumah keluarga Bapak Simon Petrus dan Ibu Sema dimana peserta yang hadir berjumlah sekitar 30 orang. Yang menjadi anggota pendiri berjumlah 26 orang dan mereka memiliki Nomor Buku Anggota (BA) dari 01 sampai 26.
Malam itu rapat berjalan tegang. Munaldus mempersiapkan sebuah ensangan yang diajar oleh Ibunya. Ketika beberapa orang mulai mau pulang karena sudah larut malam dan pembicaraan seputar CU semakin ngaur, Munaldus mulai melantunkan ensangan. Akhirnya, mereka tidak jadi pulang dan menyaksikan Munaldus yang melantunkan ensangan. Sayang teks ensangan itu tidak di simpan. Sudah hilang.
Munaldus dan Masiun mengeluarkan uang sendiri untuk membeli ATK, cap, satu buah kalkulator kecil seharga Rp. 11.000,- (masih ada sampai sekarang), buku DUM/DUK, Buku Kas Harian, dan Buku Jurnal Kas agar C.U. KELING KUMANG dapat segera melayani anggota.
Pada malam pendirian C.U. KELING KUMANG tersebut, para peserta menunjuk saudara Sila (Alias Persius) sebagai orang yang bertanggungjawab sebagai pelaksana harian. Ditetapkan juga, semua kegiatan pelayanan dilakukan di rumah keluarga Sila
Tidak ada komentar:
Posting Komentar